POTENSI SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI KAWASAN PESISIR DAN LAUT DANGKAL: PELUANG INVESTASI SERTA UPAYA PENGEMBANGANNYA
Versi PDF Cetak ke Printer
Penulis Artikel Puslitbang Geologi Kelautan : Subaktian Lubis
Pembangunan kelautan termasuk kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan salah satu sektor yang belum sepenuhnya dikelola padahal memiliki potensi berlimpah untuk dikembangkan. Awal pengembangan sektor kelautan ini dimulai pada penyusunan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 yang mencantumkan bahwa titik berat misi pembangunan kelautan diarahkan pada penganekaragaman, pemanfaatan dan pembudidayaan sumberdaya kelautan serta pemeliharaan kelestarian ekosistem dengan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
ARAH PEMBANGUNAN SEKTOR KELAUTAN
Pembangunan kelautan termasuk kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan salah satu sektor yang belum sepenuhnya dikelola padahal memiliki potensi berlimpah untuk dikembangkan. Awal pengembangan sektor kelautan ini dimulai pada penyusunan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 yang mencantumkan bahwa titik berat misi pembangunan kelautan diarahkan pada penganekaragaman, pemanfaatan dan pembudidayaan sumberdaya kelautan serta pemeliharaan kelestarian ekosistem dengan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
Terjadinya krisis moneter yang mengakibatkan krisis ekonomi di Indonesia, merupakan pemicu pengalihan pemerintahan, sehingga MPR belum mengesahkan GBHN 1998, dengan demikian maka pembangunan kelautan mengacu pada ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi pembangunan dalam rangka penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai Haluan Negara.
Selain itu, Deklarasi Bunaken yang telah dicanangkan oleh Presiden RI tanggal 26 September 1998 telah memberikan dukungan bagi visi pembangunan dan persatuan nasional Indonesia, yang harus juga berorientasi ke laut, sehingga perhatian harus diberikan untuk pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan potensi kelautan Indonesia. Penegasan kembali dukungan pemerintah akan arti penting pengelolaan dan pemanfaatan sumber-sumber kelautan khususnya dikaitkan dengan percepatan pembangunan Kawasan Timur Indonesia ini digulirkannya program Gerbang Mina Bahari di Gorontalo pada akhir tahun 2003.
Dalam rangka mencapai sasaran diatas maka pada Buku Biru BAPPENAS 1999/2000 yang disusun oleh Kabinet Reformasi telah disusun pokok-pokok kebijaksanaan pembangunan kelautan, diantaranya:
a.Menegakkan kedaulatan dan yurisdiksi nasional.
b.Meningkatkan pendayagunaan potensi laut dan dasar laut.
c.Meningkatkan harkat dan taraf hidup nelayan.
d.Mengembangkan potensi industri kelautan.
e.Mengembangkan data dan informasi kelautan.
f.Mempertahankan daya dukung dan kelestarian fungsi kelautan.
KONDISI UMUM WILAYAH LAUT INDONESIA
Berdasarkan statistik aset kewilayahan nasional, luas wilayah perairan Indonesia mencapai 5,9 juta km2 dengan rincian luas kepulauan 2,8 juta km2, luas laut territorial 0,4 km2, 2,7 km2 luas wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan klaim 0,8 juta km2 luas wilayah Landas Kontinen Republik Indonesia (LKRI), dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau besar dan kecil. Wilayah laut sebagai bagian integral dari wilayah kelautan nasional yang ditetapkan melalui Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa (UNCLOS) pada tahun 1982 tentang Hukum Laut Internasional (secara resmi diratifikasi pada tanggal 19 November 1993 setelah disetujui dan ditandatangani oleh 60 negara anggota PBB kemudian disahkan secara resmi tanggal 16 November 1994), merupakan wilayah teritorial Indonesia yang melingkupi seluruh kepulauan Indonesia sampai jarak 12 mil ke arah luar dari garis pantai.
Disamping itu, wilayah yurisdiksi nasional yang meliputi Zone Ekonomi Ekslusif (ZEE) sejauh 200 mil dan klaim atas wilayah Landas Kontinen Republik Indonesia (LKRI) sejauh 350 mil diukur dari garis pangkal teritorial.
Dengan ditetapkannya konvensi tersebut maka wilayah laut yang dapat dimanfaatkan diperkirakan mencapai 6,7 juta kilometer persegi terdiri atas 3,1 juta kilometer persegi perairan Indonesia dan 3,6 juta kilometer persegi perairan ZEE dan LKRI. Adanya tambahan wilayah laut terutama di bagian barat Sumatera dan bagian selatan Jawa yaitu yang diklaim sebagai wilayah LKRI (Bakosurtanal, 1997) memberikan konsekuensi bertambah luasnya wilayah perairan Indonesia seluas 38 juta hektar (387.000 Km2) yang harus segera dieksplorasi dan dipetakan.
Dengan sendirinya diperlukan upaya untuk mempercepat pelaksanaan pemetaan atau penyelidikan geologi/geofisika kelautan di seluruh perairan Indonesia.
GAMBARAN POTENSI SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI DASAR LAUT
Secara umum kejadian dan keberadaan sumberdaya mineral dasar laut dikontrol oleh proses-proses tektonik dan tatanan geologi kelautan regional mulai dari kawasan pantai hingga Zona Ekonomi Eksklusif.
Cadangan mineral bernilai ekonomis di perairan Indonesia diperkirakan tersebar di perairan antar pulau. Pada umumnya mineral-mineral tersebut terperangkap di dalam lapisan sedimen, mulai dari sedimen permukaan berumur Kuarter hingga ribuan meter di bawah dasar laut pada sedimen Tersier.
Sumberdaya mineral penting yang mampu mendukung kegiatan industri pertambangan adalah endapan hidrotermal yang pembentukannya dipengaruhi oleh kegiatan magmatis, dan endapan mineral sedimen yang berasosiasi dengan pengendapan sedimen.
Sumberdaya mineral lepas pantai yang telah diidentifikasi terdiri dari: timah yang merupakan endapan letakan (placer deposit), fosforit berupa fospat kalium, kerak dan nodul oksida yang berindikasi mangaan, kobal, pasir besi, lumpur logam besi, kromit yang berasosiasi dengan batuan ultrabasa-ofiolit, mineral zirkon dan monasit, karbonat dan agregat bahan konstruksi.
Timah
Potensi timah Indonesia diperkirakan antara 800.000 sampai 1.000.000 ton, dimana 70% cadangan terbukti berada di dasar laut dalam bentuk kasiterit. Daerah yang dikenal sebagai daerah potensi timah yaitu Bangka, Belitung,Singkep, Lingga, Kundur dan Karimun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar